Mengenal budaya seni tatto Dayak

Mengenal budaya dan makna seni tatto sudah menjadi keharusan kaum muda suku Dayak kalimantan. Tatto bagi masyarakat Dayak adalah simbol hasil sebuah karya yang diturunkan dari leluhur untuk masyarakat sebagai penghargaan terhadap kemampuan seseorang. Tidak semua masyarakat suku Dayak memiliki dan mengenal budaya mentatto tubuh.
Mengenal budaya seni tatto Dayak
Mereka yang tidak mengenal tradisi tatto, yakni kelompok Barito Group, yakni suku Dayak Siang, Murung dan Luangan di Kalteng dan Dayak Benuaq, Bentian, Tonyooy di Kalimantan Timur. Kelompok Barito, lebih terkenal dengan upacara adat kematianya yang unik, seperti Tiwah atau tube di Kalteng dan Kewangkey di Kalimantan Timur. Sedangkan pada suku Dayak lban tradisi mentatto tubuh merupakan monopoli kaum pria. Pada suku Dayak Kenyah, Kayan, Aoheng, Bahau, kaum perempuannya juga mengenal tradisi mentatto tubuh.

Menurut M. Sjaifullah dan Try Harijono pada tulisannya yang berjudul “Makna Tato bagi Masyarakat Dayak” mengatakan bahwa tatto bagi sebagian masyarakat etnis Dayak merupakan bagian dari tradisi, religi, status sosial seseorang dalam masyarakat, serta bisa pula sebagai bentuk penghargaan suku terhadap kemampuan seseorang.

Tatto Bagi masyarakat Dayak masa Lampau, Sekarang, dan Mendatang.
Di masa lampau, Tatto bagi masyarakat Dayak merupakan bagian dari tradisi religi dan simbol fisik yang secara langsung memperlihatkan strata sosial seseorang dalam masyarakat. Sakralnya dalam pembuatan tato, setiap suku Dayak memiliki aturan & ketentuan yang berbeda-beda tergantung wilayah dan sub-sukunya. Tidak Sedikit tatto yang dimiliki leluhur dan generasi tua memiliki isi dan kekuatan magis (mistic) yang berfungsi untuk menjaga badan dari berbagai kemungkinan dalam bertahan hidup.

Di masa sekarang, Tatto bagi sebagian masyarakat Dayak merupakan bagian dari Seni untuk menjaga dan melindungi warisan budaya supaya tidak punah akibat kemajuan zaman. Tatto yang dimiliki oleh generasi zaman sekarang hampir sudah tidak ada lagi unsur magis, walaupun ada hanya sebagian kecil yang masih menerapkannya. Pada zaman rezim Soeharto pernah terjadi pembantaian, penembakan misterius, dan penculikan orang-orang Dayak yang memiliki tatto tertentu, tidak sedikit para orang tua yang memiliki tatto melarikan diri dan tinggal dipedalaman yang zauh dari keramaian untuk bertahan hidup dan melanjutkan kebudayaan. Berkurangnya budaya tatto akibat aturan pemerintah dan intansi tertentu yang tidak menerima pegawai dan tenaga kerja yang memiliki tatto.

Di masa mendatang, Para orangtua tidak akan pernah lagi menganjurkan anak-anak mereka mentatto tubuh karena dianggap dapat menyulitkan pergaulan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Bahkan tidak sedikit orang-orang tua akan marah besar jika anak-anaknya memiliki tatto. Ungkapan senada dilontarkan oleh seorang tokoh Dayak Ahoeng (Drs.Lidjo Kaya). Menurutnya zaman sudah berubah, jadi tidak relevan lagi merajah atau mentatto tubuh. Apalagi saat ini, orang yang tubuhnya bertatto dikonootasikan berandalan dan preman.

Sumber Referensi
[1] ceritadayak.com,"makna tatto bagi masyarakat Dayak"
[2] Busos.No.216-77 tahun XXIII-1994
[3] banuadayak.wordpress.com,"Tatto dan eksistensi budaya Dayak"
[4] Penulisopini.blogspot.com, "Makna Tatto Bunga Terong"