Mengenal budaya telinga panjang suku Dayak

Di masa lampau, Masyarakat Dayak yang memiliki daun telinga panjang tidak hanya kaum perempuan tapi laki-laki dan anak-anak. Budaya dan tradisi telinga panjang merupakan salah satu bentuk kecintaan masyarakat Dayak akan Adat dan nilai-nilai kebudayaan secara tradisional berfungsi sebagai penanda identitas manusia yang beradap.
budaya telinga panjang
Sejak globalisasi masuk, Timbul keraguan dalam diri sebagian banyak masyarakat Dayak untuk memanjangkan telinga secara tradisional yang berfungsi sebagai penanda identitas kemanusiaan yang beradap hingga berdampak hampir punahnya budaya dan tradisi ini.

Alasannya, lantaran generasi muda suku Dayak merasa malu memiliki daun telinga yang panjang dan kerap diolok-olok saat mereka bertandang ke kota. Selain itu, trend di ranah fashion masa kini juga cukup berpengaruh untuk meredam dan perlahan menghilangkan tradisi tersebut.

Alasan tersebut diperkuat cerita Dr. Yekti mengenai pengalaman buruk yang dialami perempuan tua bernama Mamak Ngah asal Long Mekar ketika bertandang ke samarinda. Banyak orang datang mengerumininya dan memandangnya seolah-olah beliau orang yang aneh. Ada dianta mereka berkata "Dia itu orang Dayak, dia makan manusia?" dan ada juga yang memperlakukan beliau seolah sebuah benda. Mamak Ngah merasa malu bertelinga panjang. Jadi memutuskan memotongnya seperti yang dilakukan banyak orang Dayak lainya.

Namun tidak semua sub suku Dayak di Pulau Kalimantan punya tradisi ini. Hanya beberapa kelompok saja yang mengenal budaya telinga panjang. Seperti masyarakat Dayak Iban, Dayak Kayaan, Dayak Taman dan Dayak Punan. Namun dari waktu ke waktu, tradisi ini semakin menghilang. saat ini hanya tinggal sedikit orang Dayak yang masih memiliki telinga panjang, itu pun umumnya generasi tua yang dipedalaman.

Telinga panjang menurut beberapa sub suku Dayak berikut ini:
Dayak Kayan: seorang laki-laki yang memiliki telinga panjang menandakan orang tersebut berasal dari kalangan bangsawan. Sementara bagi perempuannya telinga panjang menunjukkan jati diri seorang bangsawan, budak karena kalah perang, atau tidak mampu membayar hutang. Proses pemanjangan daun telinga ini biasanya menggunakan pemberat berupa logam berbentuk lingkaran gelang atau berbentuk gasing ukuran kecil. Dengan pemberat ini daun telinga akan terus memanjang hingga beberapa sentimeter.

Dayak Kenyah: Kaum laki-laki tidak boleh memanjangkan daun telinganya sampai melebihi bahunya, sedangkan perempuan boleh memanjangkannya hingga sebatas dada. Proses memanjangkan daun telinga diawali dengan penindikan daun telinga sejak masih berumur satu tahun. Setiap tahun, satu buah anting atau subang perak digantungkan di telinga mereka. Gaya anting atau subang perak yang digunakan pun berbeda-beda tergantung status strata sosial. Gaya anting kaum bangsawan tidak boleh dipakai oleh orang-orang biasa.

Di desa-desa yang berada di hulu Sungai Mahakam: Telinga panjang digunakan sebagai identitas yang menunjukkan umur seseorang. Begitu bayi lahir, ujung telinganya diberi manik-manik yang cukup berat. Jumlah manik-manik yang menempel di telinganya akan bertambah satu untuk setiap tahun.

Tetapi ada juga anggapan yang mengatakan kalau tujuan pembuatan telinga panjang bukanlah untuk menunjukkan status kebangsawanan, tetapi justru untuk melatih kesabaran. Jika dipakai setiap hari, kesabaran, dan kesanggupan menahan derita semakin kuat.

Sumber Referensi:
[1] www.ceritadayak.com. Tradisi Telinga Panjang
[2] bloggbebass.blogspot.com. Tradisi Telinga Panjang suku dayak.
[3] palingindonesia.com. Dibalik Tradisi Telinga Panjang Suku Dayak
[4] Dr. Yekti Maunati. 2004. Identitas Dayak Komodifikasi dan Politik Kebudayaan. Yogyakarta.